Jumat, 06 Februari 2015

Cerita Rakyat Dermayu



Seandainya sebagian dinding istana Pulomas itu runtuh lalu masuk
ke muara Cimanuk, niscaya bakal muncul areal pendulangan emas
terbesar di seluruh jagat. Dengan runtuhnya dinding istana itu maka
seisi muara bakal mengandung emas melebihi kandungan lumpur
emas di sungai Musi, Kalimantan. Bahkan konon akan lebih besar
dari hasil penambangan di Irianjaya.
Sayangnya, dinding istana yang terbuat dari emas itu sangat kokoh,
dan istana itupun adanya hanya di alam gaib Pulomas. Di alam
manusia, Pulomas hanya berupa rawa-rawa yang bersisian dengan
muara Laut Jawa, persisnya berada di Kampung Pulomas, Desa
Centigi Sawah, Kecamatan Centigi, Kabupaten Indramayu, Jawa
Barat. Di atas rawa-rawa seluas puluhan hektare itu, menurut
terawangan gaib, berdiri kompleks istana dengan bahan terbuat dari
emas murni.
Kerajaan dengan keraton sangat megah itu sampai saat ini dipimpin
oleh sesosok raja jin sangat sakti bergelar Raden Werdinata, dengan
Mahapatihnya yang juga cukup tersohor yakni Mahapatih Jongkara.
Sang rajua juga dibantu Panglima Perang bergelar Panglima
Kalasrenggi.
Diceritakan oleh juru kunci Kampung Pulomas yang akrab disapa
Wak Cartim, dibandingkan raja-raja lain yang menguasai alam gaib,
Raja Pulomas tergolong paling tinggi ilmu kadigdayaannya. Alam
gaib terbagi dua wilayah, yakni wilayah atas bumi dan di bawah laut.
Alam gaib bawah laut dikuasai Nyi Ratu Roro Kidul untuk wilayah
Pantai Selatan, sedangkan Pantai Utara dikuasai Nyi Ratu
Nawangwulan.
“Kesaktian Raden Werdinata sempat tercatat dalam sejarah
berdirinya daerah Kabupaten Indramayu,” ungkap Wak Cartim.
Dikisahkan, semasa Indramayu masih belum punya nama serta
masih berupa hutan belantara, singgah seorang kesatria yang
sedang mengemban tugas besar. Kesatria itu berasal dari Desa
Banyu Urip, Kecamatan Banyu Urip, Kabupaten Bagelen, Jawa
Tengah, bergelar Raden Wiralodra.
Kesatria berdarah biru dari Kerajaan Majapahit itu mengemban
tugas membuka hutan belantara di lembah Sungai Cimanuk. Untuk
menjalankan tugas dari leluhurnya, dia ditemani seorang punakawan
atau pembantu yang sangat setia serta sakti bernama Ki Tinggil.
Selama tiga tahun lebih keduanya berjalan kaki dari Bagelen, Jawa
Tengah dengan tujuan hutan belantara lembah Sungai Cimanuk.
Tetapi, karena ketidaktahuan, mereka kebablasan sampai ke hutan
lembah Sungai Citarum, Kabupaten Karawang. Berdasarkan
keterangan Ki Sidum seorang manusia kuno sangat sakti dari
Kerajaan Pajajaran, Raden Wiralodra dan punakawannya menyadari
kalau perjalanannya itu kebablasan.
Melalui perjuangan keras serta mengikuti binatang peliharaan
pemberian Ki Sidum yang berupa seekor Kijang Kencana, akhirnya
sampai juga mereka ke hutan di lembah Sungai Cimanuk. Tiga bulan
membabat hutan di lembah sungai, halangan pun datang. Ternyata
di hulu Sungai Cimanuk ada kerajaan jin yang membawahi raja-raja
kecil di alam gaib sepanjang aliran sungai sejak Kabupaten
Sumedang hingga ke muara Laut Jawa pantai utara Indramayu.
Maharaja jin di hulu sungai itu bernama Budipaksa, yang didampingi
seorang mahapatih bernama Bujarawis. Maharaja Budipaksa ini
membawahi raja-raja kecil, di antaranya Kerajaan Tunjungbong yang
dipimpin Kalacungkring, Kerajaan Pulomas yang dipimpin Raden
Werdinata, dan kerajaan-kerajaan jin lainnya sampai tercatat
sebanyak 12 kerajaan.
Kehadiran Raden Wirlodra di hutan lembah Sungai Cimanuk
membuat gerah bahkan menciptakan teror menakutkan di kalangan
bangsa jin dan makhluk halus lainnya yang menetap di lembah
sungai. Atas laporan teliksandi, Mahapatih Bujarawis
mengadukannya ke Maharaja Budipaksa. Mendengar pengaduan
dari mahapatihnya, Maharaja Budipaksa marah besar. Tanpa buang
waktu, Maharaja Budipaksa didampingi Mahapatih Bujarawis
menyatroni Raden Wiralodra yang sedang membabat hutan
didampingi Ki Tinggil.
Diawali perdebatan, terjadilah pertarungan secara kesatria di lembah
Sungai Cimanuk. Maharaja Budipaksa berhadapan dengan Raden
Wiralodra, sementara Mahapatih Bujarawis berhadapan dengan Ki
Tinggil.
Konon, pertarungan dua makhluk berbeda alam itu berlangsung
selama dua bulan. Karuan hal ini membuat penduduk gaib di tempat
itu bubar ketakutan.
Berkat kesaktian Raden Wiralodra, Maharaja Budipaksa berhasil
dilumpuhkan dan dikurung di dasar muara Sungai Cimanuk.
Dikisahkan, sebelum dilumpuhkan, Maharaja Budipaksa
memerintahkan Mahapatih Bujarawis supaya meminta bantuan para
raja kecil taklukannya. Namun, sepuluh raja taklukan Maharaja
Budipaksa beserta mahapatihnya dengangampangnya dilumpuhkan
oleh Raden Wiralodra dan Ki Tinggil. Hanya Raden Werdinata yang
masih bertahan. Dia bertarung melawan Raden Wiralodra, sementara
Mahapatih Jongkara maupun Panglima Kalasrenggi kabur dihajar
ilmu pamungkas Ki Tinggil.
Karena punya kesaktian seimbang, pertarungan antara Raden
Werdinata dengan Raden Wiralodra memakan waktu 11 bulan.
Senjata andalan Raden Wiralodra berupa Cakrabaswara yang telah
melumpuhkan Maharaja Budipaksa ternyata mampu diatasi Raden
Werdinata dengan menggunakan pusaka berupa tameng bernama
Kopyahwaring, pusaka turun temurun Kerajaan Pulomas.
Sebelum ada yang jatuh korban, muncul Kalacungkring, penguasa
gaib Kerajaan Tunjungbong. Kalacungkring menyarankan pada
Raden Werdinata supaya menghentikan pertarungan dan sebaiknya
menjalin persaudaraan dengan Raden Wiralodra. Selain dengan dalih
Maharaja Budipaksa sudah dikurung di dasar muara Cimanuk,
alasan yang paling utama adalah karena ketakutan bilamana leluhur
Raden Wiralodra tersinggung. Jika manusia-manusia kuno
Majapahit setingkat Ki Sidum murka, niscaya kerajaan alam gaib di
sepanjang lembah Sungai Cimanuk dibuat musnah untuk selama-
lamanya.
Atas saran Kalacungkring, Raden Werdinata meminta lawannya agar
menyudahi pertarungan dan mengajak mengikat tali persaudaraan
hingga ke anak cucu. Sebagai pengikat persaudaraan, Raden
Werdinata menyerahkan putri kesayangannya bergelar Putri Inten
untuk diperistri Raden Wiralodra.
Setelah perdamaian itu, dengan dibantu para prajurit dan penduduk
Pulomas, tugas mendirikan kerajaan di lembah Sungai Cimanuk lebih
cepat selesai, dan Raden Wiralodra tercatat menjadi pemimpin
pertama kerajaan di lembah sungai tersebut, yang hingga kini
bernama Kabupaten Indramayu.
Sebagai bangsa jin yang diberi umur panjang, meski Raden
Wiralodra telah wafat dan digantikan keturunannya bahkan sampai
sekarang ini, Raden Werdinata masih kokoh memimpin kerajaan
Pulomas didampingi Mahapatih Jongkara. Sedangkan Panglima
Kalasrenggi, setelah kabur dari hadapan Ki Tinggil kini menjadi
pemimpin raja kecil di Rawabolang, masuk Desa Jatisura,
Kecamatan Terisi, Kabupaten Indramayu.
Seiring perubahan zaman, ikatan persaudaraan antara penduduk
gaib Kerajaan Pulomas dengan penduduk Kabupaten Indramayu
mulai menyimpang dari makna persaudaraan yang sejati. Penduduk
Kerajaan Pulomas siap membantu berbagai problem terkait soal
ekonomi yang dialami manusia penduduk Kabupaten Indramayu
dengan kompensasi, manusia bersangkutan, sesuai dengan
perjanjian menjadi budak di alam gaib Pulomas hingga hari khiamat.
Seiring banyaknya penduduk bangsa manusia yang terjerumus ke
dalam perjanjian jiwa, lambat laun Pulomas dikenal sebagai tempat
pesugihan. Keberadaan Pulomas sebagai tempat pesugihan,
belakangan gaungnya sudah meluas, sehingga orang yang
mengadakan laku ritual pesugihan di Pulomas bukan sebatas warga
Indramayu, melainkan datang dari berbagai daerah di Pulau Jawa
bahkan hingga ke Sumatera.
Wak Cartim selaku juru kunci memang bukan orang yang dibekali
wawasan kehumasan, sehingga dia tidak sekalipun menyediakan
buku tamu di kediamannya. Tapi, dari pengakuan para tamu yang
minta dibantu melakukan ritual pesugihan, mereka banyak yang
datang dari luar Kabupaten Indramayu, bahkan dari luar Pulau Jawa.
Rumah juru kunci pesugihan Pulomas yang sangat tersohor itu, sulit
diterima akal sehat. Awalnya Misteri membayangkan rumah Wak
Cartim semegah Villa di Gunung Guci, namun ternyata hanya berupa
gubuk berdinding bilik anyaman bambu beratap welit yang terbuat
dari daun bambu. Di dalamnya hanya terdapat ruang tamu, kamar
tidur dan kamar dapur merangkap kamar mandi.
Umur Wak Cartim mungkin di atas 60 tahun. Dia hanya seorang diri
menempati rumah gubuk yang berada di bawah rindangnya pohon
Asam Jawa itu. Di sekelilingnya dipagari hutan mangrove. Jarak
dengan pemukiman penduduk Desa Centigi Sawah sekitar 5
kilometer yang hanya dihubungkan jalan setapak tanpa koral.
Jika siang hari, untuk sampai di rumah juru kunci bisa
memanfaatkan jasa ojeg dengan ongkos Rp. 5.000. Jika ada
keinginan untuk refreshing, disarankan jalan kaki sambil menyusuri
tepian pantai. Meskipun disana-sini sudah tercipta bibir pantai curam
akibat abrasi, namun tetap masih menyisakan panorama khas pantai
yang indah untuk dinikmati.
Tapi jika lepas Maghrib, jangankan dibayar duakali lipat, dibayar
seratus ribu pun tidak bakalan ada tukang ojeg yang bersedia
mengantar ke rumah Wak Cartim. Paling disarankan menginap di
rumah penduduk untuk berangkat keesokan paginya. Memang tidak
sulit mendapatkan penginapan di tempat itu. Nyaris setiap rumah
penduduk di desa itu dengan senang hati disinggahi dengan
membayar sewa inap sebesar Rp. 50.000 semalam. Dengan sewa
sebesar itu malamnya mendapatkan jamuan kopi hangat berikut
cemilan khas kampung, dan keesokan paginya seusai mandi
mendapatkan segelas kopi disusul sarapan berupa longsong.
Sehingga jika ditotal, sewa 50.000 benar-benar murah meriah.
Namun ternyata tidak gampang mengadakan ritual pesugihan di
Pulomas. Selama seharian, Wak Cartim tak bosan-bosannya
menasihati tamunya supaya mengurungkan rencananya yang jelas-
jelas menyimpang dari syariat agama itu. Jika seharian dinasihati
tetap ngotot, maka malamnya baru bisa digelar ritual gaib dipandu
langsung Wak Cartim.
Ada juga bocoran dari Wak Cartim, khusus bagi orang yang lahir hari
Jumat, jangan coba-coba mengadakan ritual, karena dijamin ditolak
penduduk gaib Pulomas.
Tidak aneh ketika menyebutkan nama Misteri yang memang lahir
hari Jumat karena berawal sukukata “Dha”, tanpa banyak dalih
langsung ditolak. Tapi, karena maksud singgah di tempat itu bukan
untuk ritual pesugihan melainkan dalam rangka menghimpun bahan
tulisan, dengan agak berat hati, Wak Cartim mengizinkan Misteri
untuk bermalam di rumah gubuk miliknya.
Malamnya, sejak lepas Isya, Wak Cartim langsung mengajak Misteri
bincang-bincang di ruang tamu. Di ruangan ini hanya tersedia tikar
pandan dan bantal kapuk randu. Tak ada perangkat meubeler,
akibatnya, mesti duduk bersila di lantai tanah yang dilapisi tikar.
Ada yang aneh, meski rumah berada di sekitar rawa dengan dinding
bilik dari anyaman bambu, namun di ruang tamu ini tidak terdengar
dengungan nyamuk walau satu ekorpun.
Dalam perbincangan, Wak Cartim lebih mendominasi. Banyak sekali
yang diceritakan, mulai soal tamu-tamu yang seluruhnya dari
kalangan orang-orang gagal dan putus asa, hingga petikan sejarah
kerajaan gaib Pulomas seperti yang sudah dipaparkan di muka.
“Karena umurnya mendekati seribu tahun, Gusti Raden Werdinata
kini lebih banyak berada di ruang kholwat daripada mengurusi
pemerintahan. Beliau lebih banyak berdzikir kepada Allah daripada
urusan dunia,” kata Wak Cartim.
Mendengar penuturan kali ini, Misteri dibuat heran. Keheranan di
benak Misteri rupanya bisa terbaca. Wak Cartim langsung
menjelaskan, semasa masih di bawah pengaruh Maharaja
Budipaksa, Raden Werdinata tidak memiliki agama apapun kecuali
adat leluhur. Tapi, sejak resmi mengikat persaudaraan dengan
Raden Wiralodra, dia menyatakan diri masuk ajaran agama Islam.
Sebagai Raja muslim yang taat, Raden Werdinata tidak pernah dan
tidak akan menyesatkan manusia apalagi dari keturunan Raden
Wiralodra. Lalu siapa yang mengadakan ikatan perjanjian pesugihan
dengan bangsa manusia?
“Sama halnya bangsa manusia, bangsa jin di Pulomas pun ada yang
menganut Islam dan agama lainnya, juga ada yang melestarikan
adat leluhur. Ada penduduk yang berbudi luhur ada juga yang
berperangai jahat. Nah, penduduk Pulomas yang berperangai jahat
inilah yang selama ini menangani proses perjanjian pesugihan
dengan manusia,” urai Wak Cartim.
Logikanya, mustahil seorang raja mau melayani urusan manusia
dari kalangan rakyat biasa. Selain tidak pernah menyesatkan, Raden
Werdinata juga konsisten dengan ikatan persaudaraan dengan
Raden Wiralodra meski saudaranya itu sudah wafat sejak ratusan
tahun silam. Buktinya, dalam dzikirnya, suatu malam Raden
Werdinata mendapat petunjuk bahwa daerah Indramayu bakal
diterjang ombak pemusnah (Tsunami). Tanpa banyak pertimbangan,
dia menyudahi dzikirnya lalu mendatangi penguasa Pantai Utara.
Di hadapan Nyi Ratu Nawangwulan, Raden Werdinata meminta
supaya ombak pemusnah itu jangan sampai menerjang penduduk
Indramayu. Jika ombak pemusnah itu sampai menerjang, dia
sepakat untuk bertarung.
Meskipun sadar ilmu Nyi Ratu Nawangwulan jauh lebih tinggi, demi
ikatan persaudaraan dengan Raden Wiralodra, dia rela
mempertaruhkan nyawanya mati di tangan Nyi Ratu Nawangwulan.
“Untungnya Nyi Ratu Nawangwulan bersedia memenuhi
permintaannya, sehingga ombak pemusnah itu urung menerjang
Indramayu dan berputar menerjang daerah Pangandaran, Kabupaten
Ciamis,” ungkap Wak Cartim, menutup kisahnya.
Menjelang tengah malam, Wak Cartim pamit untuk mengadakan
ritual pribadi di kamar tidurnya, sementara Misteri disuruh tetap di
ruang tamu dengan ditemani bantal kumal.
Seiring merembesnya bau buhur jin dari sela-sela dinding bilik kamar
tidur, alam mimpi pun tersingkap dan Misteri tidur di ruang tamu
yang lumayan sempit itu.